Wakil Jaksa Agung: RUU Kejaksaan RI Fokus pada Penguatan Kelembagaan

JAKARTA – Pemerintah dan DPR RI sepakat memasukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Prolegnas Prioritas 2020. Upaya memperkuat Kejaksaan Agung itu tengan menjadi perhatin dan telah dibahas awal Juli 2020 saat Rapat Kerja Baleg DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI.

Mengutip laman bphn.go.id, Rabu (4/8/2020) bahwa UU Nomor 16 Tahun 2004 dinilai memiliki kekurangan sehingga optimalisasi penyelenggaraan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun belum dapat terpenuhi.

Sebabnya, RUU Kejaksaan dipandang perlu segera disusun serta dari sisi substansi agar mengakomodasi kebutuhan hukum yang berkembang di masyarakat.

Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi saat Rapat Penyusunan Naskah Akademik RUU Kejaksaan bersama BPHN, di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin 3 Agustus 2020 mengatakan, arah pengaturan RUU Kejaksaan berfokus pada upaya penguatan kelembagaan yang merdeka termasuk di dalamnya penguatan tugas dan wewenang Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa.

“Berkaitan dengan kewenangan, akan dilakukan reformulasi definisi jaksa, penuntutan, dan jabatan jaksa yang diselaraskan dengan asas single prosecution system, asas een en ondelbaar, dan dan asas dominus litis,” ungkapnya.

Mantan Kepala Badandiklat Kejaksaan RI itu menilai selama ini kurang optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan terkait kedudukan Kejaksaan dan Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasalnya, kedudukan Kejaksaan dan Jaksa yang kontraproduktif dengan jaminan kemandirian dan pelaksanaan tugas dan fungsi ditengarai akibat tidak harmonisnya antar peraturan perundang-undangan. Antara lain ucap Setia Untung aturan KUHAP, UU Kekuasaan Kehakiman, UU ASN, UU KPK, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Peradilan Militer, UU Intelijen Negara, UU Pengadilan HAM.

“Termasuk peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur kewenangan Kejaksaan,” ujarnya.

Kejagung kata dia, terus berupaya untuk mengakomodir jangkauan pengaturan seperti Integrated Criminal Justice System (ICJS), optimalisasi penyelesaian penanganan perkara, pelindungan kepentingan umum dan HAM, pertimbangan hukum, pengamanan pembangunan, dan kerja sama penegakan hukum.

“Selain itu, bidang pidana, intelijen penegakan hukum, ketertiban dan ketentraman umum, perdata dan tata usaha Negara, ketatanegaraan, pemulihan aset dalam dan luar negeri serta upaya preventif dan represif,” ungkap mantan Kepala Kejati Jawa Barat itu.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R Benny Riyanto mengatakan untuk dapat dibahas bersama DPR RI, suatu RUU harus memenuhi kesiapan yang meliputi Naskah Akademik, Surat Keterangan Penyelarasan Naskah Akademik, draf RUU, Surat Keterangan Selesai Rapat Panitia Antar Kementerian, dan Surat Keterangan Selesai Harmonisasi RUU.

“Di internal pemerintah sendiri, suatu RUU yang akan dibahas harus melewati tahapan penyusunan,” kata Benny.

Tahap yang dimaksudnya dimulai dari deskripsi konsepsi RUU, penyusunan Naskah Akademik, penyusunan RUU, Panitia Antar Kementerian/ Non Kementerian (PAK), pengharmonisasian RUU oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan yang terakhir penyampaian ke Presiden terkait penerbitan Surat Presiden (Surpres).(*)