TKD di Kabupaten Bekasi Banyak di Jual Oknum Pemda

Ilustrasi tanah kas desa (TKD)
Ilustrasi tanah kas desa (TKD)

JAKARTA – Koordinator Sekretariat Nasional Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok sky khadafi membeberkan, pendapatan dari retribusi ijin mendirikan bangunan di Kabupaten Bekasi mencapai 112.9 milyar dari alokasi yang dianggarkan hanya sebesar Rp.87 milyar.
Tanah yang di pakai untuk pembangun perumahan, mall atau pusat hiburan di wilayah Kabupaten Bekasi, patut dipertanyakan kembali dengan memakai tanah milik siapa.
“Apakah para pengembang membeli tanah dari rakyat, pinjam meminjam dari pemda atau memiliki sendiri dengan cara seolah-olah membeli tetapi sebetulnya caranya “merampok” tanah milik pemerintah sendiri,”katanya.
Pertanyaan ini memang kecurigaan kepada para pengembang perumahan, atau juragan tanah yang notabene orang-orang kaya baru yang ada di Kabupaten Bekasi. Lebih lanjut Ucok mengatakan, data 31 desember 2012, tanah yang dimiliki pemerintah Kabupaten Bekasi sebanyak 1.276 bidang itu seluas 9.533.265,53 m2 senilai Rp.770.6 milyar. Yang punya sertifikat seluas 874 bidang seluas 5.321.375,06 m2 senilai Rp.317.7 milyar.
“Dimana, menurut kartu inventaris barang (KIB) tanah, terdapat sekitar 26 bidang tanah kosong seluas 273,45 hekta senilai Rp.24.1 milyar yang tercatat sebagai aset Pemda Kabupaten Bekasi,” jelasnya.
Bahkan untuk membuktikan tanah seluas 273.45 hektar tersebut, pada tahun 2013 BPK sudah mengundang 187 orang kepala desa yang ada di 23 Kecamatan, se Kabupaten Bekasi. Namun, dari 187 orang kepala desa yang diundang Ke BPK yang datang hanya sebanyak 70 orang saja. Kemudian, dari 70 orang kepala desa yang hadir, ternyata tidak mengetahui keberadaan tanah kosong tersebut, dan tidak ada satu pun dokumen yang diserahkan oleh 70 orang kepala desa tersebut.
“Dari persoalan diatas, banyak tanah kosong atau tanah kas desa (TKD) yang tidak diketahui oleh kepala desa sendiri, menandakan bahwa tanah kas desa yang ada, diduga sudah dijual untuk kepentingaan pribadi,” ujarnya.
Hal tersebut menandakan bahwa ini sebuah modus, antara Pemda dengan pengembang, agar bisa menjual tanah secara mudah. Sehingga dari persoalan diatas, yang dirugi adalah rakyat sendiri.
“Seharusnya, tanah tersebut, misal mau dijual kepada pengembang, tetapi uang untuk kesejahteraan bersama yang berasal dari jual beli justru gelap, malahan tanah dijual dengan diam-diam oleh oknum pihak pemda, tapi hasil duit dari penjualan tanah masuk untuk kepentingaan pribadi atau untuk persiapan uang pensiun, karena uang pensiun tidak cukup untuk mewah-mewah bersama keluarga mereka,” pungkasnya.