BERITABEKASI.CO.ID, BEKASI SELATAN – Semua orangtua pasti ingin anaknya tumbuh menjadi anak yang membanggakan. Untuk mewujudkannya, berbagai macam cara ditempuh para orangtua agar dapat menunjang prestasi anak.
Dan jika si anak sudah berhasil mencapai prestasi yang membanggakan, giliran orangtua yang justru dipusingkan dengan janji-janji mereka untuk memenuhi permintaan anaknya.
Namun, tak sedikit pula orangtua yang kecewa lantaran nilai raport anaknya tak seperti diharapkan. Padahal mungkin mereka telah banyak mengeluarkan biaya, untuk memberikan anaknya les tambahan.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN), Nanang Djamaludin menghimbau kepada para orangtua, agar menghindari berondongan kalimat yang menyudutkan anak atas nilai raportnya yang mengecewakan. Orangtua justru harus bersikap empatik dan meluncurkan kalimat bermuatan motivatif.
Lalu, terkait pemberian hadiah memang bisa saja dipandang sebagai bentuk apresiasi orangtua, atas pencapaian yang diperoleh anaknya di sekolah. Dan akan lebih baik lagi, jika pemberian hadiah itu diiringi kesepakatan menjalankan komitmen tertentu dari anak, agar mempertahankan atau meningkatkan prestasinya lebih dari sebelumnya.
“Tapi di luar hadiah materi tertentu maupun yang berdampak pada sukacita anak, ada hadiah terbaik yang dapat diberikan orangtua kepada anaknya, yakni berupa tantangan,” kata Nanang, saat berbincang – bincang kepada beritabekasi.co.id, Minggu (29/06/2014).
Adapun tantangan yang dimaksud, lanjut Nanang, adalah tantangan yang bisa membuat anak akhirnya mampu menemukan cara, untuk menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya. Dengan begitu, anak akan semakin terlatih dan mempunyai keterampilan hidup (life skill) yang terasah sejak belia.
“Hadiah berupa tantangan itu justru penting, di tengah kecenderungan banyak orangtua yang kerap terburu-buru memberi banyak kemudahan, yang harusnya dilatih dan dikerjakan sendiri oleh anak,” paparnya.
Nanang menjelaskan, salah satu tantangan yang bisa diberikan di bulan ramadan ini adalah dengan menantang anak untuk berpuasa. Hal itu merupakan sarana latihan, dalam rangka menghadapi tantangan berupa hawa nafsu. Ketika tantangan berupa beragam hawa nafsu ini bisa dikendalikan dengan baik oleh anak, maka di proses berikutnya berlangsung internalisasi nilai-nilai terpuji yang didapat lewat latihan berpuasa anak.
“Tantangan yang mampu dijalani dengan baik saat latihan berpuasa itulah, yang sesungguhnya termasuk salah satu hadiah terbaik dan terindah dari orangtua kepada anak, yakni berupa pengalaman latihan spiritual yang penuh makna lewat berpuasa,” tegasnya.
Pada kasus anak yang tak pernah diperkenalkan dengan latihan berpuasa, ataupun pada anak yang sudah pernah, namun dengan kualitas yang “hambar”, maka untuk memotivasinya berlatih puasa merupakan pemberian hadiah dari orangtua, yang akan memperkaya aspek mental, moral dan spiritual anak jauh lebih berkualitas dari sebelumnya.
“Jadi, hadiah berupa latihan berpuasa kepada anak sangat penting diberikan orangtua, tentunya melalui tahapan dan bimbingan yang tepat, meski anak belum memasuki usia akil baligh sebagai sarat wajib berpuasa,” pungkasnya. [bam)