JAKARTA – Lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan hasil survei terbaru, mayoritas publik menolak hak politiknya untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD.
Peneliti LSI, Adjie Alfaraby membeberkan sebesar 81.25 persen menyatakan setuju bahwa kepala daerah harus tetap dipilih secara langsung seperti yang telah berjalan hampir sembilan tahun. “Hanya 10.71 persen yang menyetujui kepala daerah dipilih oleh parlemen di daerah masing- masing. Dan sebesar 4.91 persen menyatakan bahwa kepala daerah sebaiknya ditunjuk oleh Presiden,” kata Adjie dalam konferensi pers di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Selasa 9 September.
Adjie melanjutkan mayoritas publik yang menyatakan menolak Pilkada oleh DPRD atau setuju dengan Pilkada langsung merata di semua segmen masyarakat. Menurut temuan LSI, publik yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah atas lebih tinggi penolakannya dibanding dengan mereka yang tinggal di desa dan “wong cilik”.
Adhie mengatakan, tingginya penolakan kelas menengah perkotaan ini disebabkan karena umumnya kelompok masyarakat ini lebih sensitif terhadap isu demokratisasi. Selain itu, kelompok kelas menengah memiliki akses media massa yang luas dan variatif. Kampanye “Tolak RUU Pilkada oleh DPRD” yang digaungi oleh berbagai kelompok civil society melalui berbagai media sosial juga meningkatkan skala resistensi kelompok kelas menengah.
Survei itu dilakukan melalui quick poll pada tanggal 5 hingga 7 September. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar lebih kurang 2,9 persen. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. (rmol)