Siapakah Tuhanmu?

 

Kita sering salah menempatkan posisi Tuhan.
Kita sering salah menempatkan posisi Tuhan.

Oleh: Ustaz Yusuf Mansur

“Siapakah Tuhanmu?” Jika ditanyakan kepada semua orang, termasuk diri kita sendiri, jawabannya suka meyakinkan, Allah adalah Tuhanku, tak ada yang lain. Terkadang, agar lebih meyakinkan, pakai tanda seru, biar jelas dan tegas.
Padahal, dalam realitasnya, kita tak sepenuhnya demikian. Kita sering salah menempatkan posisi Tuhan. Karena itu, semuanya perlu pembuktian.
Sekarang, cobalah dengan hal yang sederhana. Silakan ibu-ibu pergi ke pasar, seperti biasa belanja harian, tanpa membawa uang. Untuk bapak-bapak, silakan pergi ke rumah makan dan makanlah di sana tanpa membawa uang. Bagaimana bisa?
Biasanya, hanya tertawa. “Memangnya ke pasar muter doang? Nggak bawa uang, mau belanja pakai apa?” Yang bapak-bapak juga menjawab sambil tertawa kecil sebab dianggapnya pertanyaan ini ada-ada saja. “Ngutang mah bisa kali. Yang namanya makan, ya bayar. Apalagi, di rumah makan tertentu, bayarnya duluan.”
Ini baru contoh kecil. Tuhannya sudah bukan Allah, melainkan duit. La ilaha illa fulus (tiada Tuhan selain uang). Tidak ada uang maka kita tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa beli ini dan itu.
Sekarang, bertanyalah kepada diri sendiri. Semua yang ada di langit dan bumi ini milik siapa? Milik Allah, kan? Termasuk, pasar dengan segala isinya, juga milik Allah.
Nah, sekarang berangkatlah ke pasar. Minta terlebih dahulu kepada Allah. Masak iya yang berangkat ke pasar bawa uang, lalu ditemani Yang Punya Uang dan Punya Pasar, kemudian pulang ke rumah tidak membawa barang-barang belanjaan?
Cobalah cara yang kecil ini. Untuk sementara, tidak perlu yang besar dulu, seperti pergi haji dan umrah tidak pakai uang. Bangun rumah tidak pakai uang. Memulai usaha dan mengembangkannya juga tidak pakai uang. Menyekolahkan dan menguliahkan anak tidak pakai uang. Beli motor atau mobil tidak pakai uang.
Cobalah yang kecil dulu, benar-benar pergi ke warung makan. Minta sama Allah dengan meyakinkan bahwa kalau diminta, ya mesti dikasih. Jangan minta sama yang menjaga dan menunggu warung. Minta sama Yang Punya Warung. Insya Allah akan dikasih. Malah, bisa dikasih lebih, plus bungkus, he he.
Insya Allah, cara-cara-Nya akan ditunjukkan oleh Allah untuk mereka yang percaya dan yakin. Tapi, bagaimana mau yakin? Belum apa-apa sudah meminggirkan Allah. Dan, Tuhannya semakin banyak saja. Selain uang, dia ada berbentuk pikiran atau kadang ikhtiar.
Ya, ikhtiar suka menjadi Tuhan juga. Belum lagi kehadiran kenalan, sahabat, keluarga, yang juga kerap menjadi Tuhan.
Baiklah, mumpung masih pada awal tahun, kembalilah bertuhan Allah. Sebenar-benarnya bertuhan Allah. Apa saja andalkan Allah, berharap sama Allah. Bahwa kita bermuamalah, berdagang, bekerja, berusaha, berikhtiar, semua hanyalah adab kita, akhlak, dan ibadah kita kepada Allah. Wallahu a’lam. (ROL)