Ratna Sarumpaet: Pemimpin Berkarakter dan Beretika Untuk Indonesia Baru

 

Ratna
Ratna Sarumpaet

Jakarta – Jelang Pemilu 2014 yang tinggal menghitung hari, masih banyak masyarakat yang meragukan sosok pemimpin yang mampu membawa Indonesia menuju sebuah perubahan baru yang lebih baik.
Budayawan Ratna Sarumpaet mengatakan, amandemen UUD 1945 tidak konstitutional serta tidak “sah” dilakukan tanpa Tap MPR. Tidak masuk dalam lembaran negara, dirancang demi kepentingan asing yang mana pembuatannya dibiayai asing pula, seperti USAID, UNDP, NDI dan British Embassy.
“Partai-partai politik melalui amandemen UUD 1945 mengkhianati Pancasila dan UUD 1945, karena mengganti nilai-nilai Pancasila dengan nilai-nilai liberal, individual dan pasar bebas. Sehingga membuat bangsa kita terjajah asing,  kehilangan kemandirian dan kedaulatan, serta memiskinkan rakyat,” tulis Ratna melalui pesan Blackberry broadcastnya  pekan lalu.
Menurutnya sistem Pemilu 2014 yang liberal dan traksaksional, tidak akan melahirkan pemimpin yang kredibel dan amanah. Dirinya yakin selama sistem belum dikembalikan ke Pancasila ataupun UUD 1945, maka sepuluh Presiden pun tidak akan mampu membawa kepada perubahan.
“Maka dari itu aku menolak Pemilu dan mendukung golput serta  menyiapkan Sidang Istimewa MPRS 2014,” tegas perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Persiapan Sidang Istimewa (SI) MPRS 2014.
Ratna mengaku, dirinya tidak punya kepentingan mendukung salah seorang Caleg atau Capres tertentu yang sedang digadang sejumlah parpol. Ia juga memberikan penilaian terhadap Capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo, lantaran dirinya pernah mendukung Jokowi saat bertarung menjadi Gubernur DKI Jakarta.
“Tapi karena satu setengah tahun lalu aku ikut mengkampanyekan atau mendukung Jokowi untuk Gubernur DKI, aku ingin memberi pandanganku tentang pencapresan Jokowi, hanya sebagai buah pikiran,” katanya.
Dilanjutkan Ratna, ketika Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI, ia dan anak-anaknya bangga hingga mata mereka berkaca-kaca, kala menyaksikan Jokowi mengucapkan sumpah saat pelantikan. Dirinya merasa terharu mendengar Jokowi bersumpah atas nama Tuhan, akan mengabdikan diri pada Jakarta.
“Jadi, ketika Jokowi dicapreskan PDI Perjuangan tanpa sedikitpun kesadaran untuk lebih dulu meminta izin dan minta maaf pada rakyat Jakarta, aku kontan kehilangan kepercayaan dan kebanggaanku,” ungkapnya.
Dirinya menilai Jokowi tidak hanya tak beretika, tapi juga tak berkarakter. Dan dalam kondisinya yang sangat terpuruk saat ini, terutama untuk rakyat kecil, orang yang tak berkarakter bukanlah pilihan tepat buat Indonesia. Karena menurutnya akan mudah berubah arah, mudah mengingkari sumpah dan empuk ditunggangi kapitalis, baik lokal maupun asing.
Di dunia politik, sambung Ratna, terutama politik Indonesia akhir-akhir ini, etika memang tidak masuk dalam pertimbangan, terlebih lagi karakter.
“Tetapi karena saya bukan politisi melainkan budayawan, adalah tugas saya menyampaikan kebenaran, meski hal itu mengganggu atau bahkan menyakitkan bagi banyak pihak,” pungkasnya.