Potensi Industri Animasi Di Indonesia

Foto : Rimanews

Oleh : Chikita Fauzi
Menggeluti dunia animasi butuh ketekunan, terus belajar dan mendalami setiap dinamika di dalamnya termasuk mengasah imajinasi hingga melek tekhnologi. Harus ada keinginan besar (passion) untuk menggeluti dunia yang menuntut kreatitas ini. Di Indonesia sendiri dukungan pemerintah dalam memproduksi film animasi mulai terlihat namun belum maksimal. Padahal kalau mau berbicara tentang industri kreatif, produksi film animasilah salah satu objek yang harus disentuh.
Harus ada kesabaran dan kesungguhan dalam berproses, sebab untuk membuat sebuah film animasi kadang membutuhkan waktu yang lama, bisa lima hingga enam bulan, bahkan sampai setahun. Tidak hanya itu, dalam proses produksinya pun kadang juga melibatkan banyak pihak, mulai dari penulis naskah, sutradara, dubber, editor, dan tenaga terampil lainnya.
 
Ada peluang besar bagi industri animasi Indonesia dan rasa optimisme semacam ini tidak  dibuat-buat. Hal ini bisa kita lihat melalui negara tetangga, Malaysia. Di sana, industri animasi begitu bergeliat dan terus berkembang dengan baik. Peran pemerintah di negeri Jiran itu begitu nyata, termasuk dengan terjun langsung dengan terus memberikan rangsangan bagi para animator muda berpotensi. Salah satu cara mereka dalam mendukung bidang ini yaitu dengan memprakarsai semacam lomba bagi para fresh graduate untuk mengasah dan mempertajam kemampuannya, mereka mendanai para animator untuk kemudian dilibatkan dalam proyek animasi itu.
Sentuhan pemerintah untuk mengembangkan industri animasi nasional sangat dibutuhkan. Saat ini, kita lihat generasi muda Indonesia sudah melek teknologi temasuk software, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dunia animasi. Hal tersebut tidak hanya bisa kita temui di Jakarta, bahkan sudah mulai menjamur di berbagai daerah, seperti di Malang, Jawa Timur.
Kampus-kampus yang ada sudah mulai memberikan ruang bagi para calon animator dengan membuka jurusan animasi. Ruang untuk menjadi seorang animator atau untuk bikin animasi sudah banyak, melalui kampus yang menyediakan jurusan animasi, seperti Binus dan lain sebagainya dimana anak-anaknya mulai menggali potensi itu. Di lapangan juga banyak kita temui siswa-siswi SMA maupun SMK berbakat (termasuk di tempat saya bekerja) mulai menuangkan ide-idenya, mereka mulai bisa memahami dan menggunakan beberpa software. Begitupun di luar negeri banyak orang Indonesia yang kreatif, dan banyak mereka yang bekerja di luar yang brilliant, mereka memilih berkarya di luar sana karena mungkin merasa lebih dihargai, lebih jelas dan terarah.
Industri kreatif ini sangat membutuhkan sentuhan pemerintah sebab banyak nilai dan pesan yang bisa disisipkan di dalamnya, termasuk pesan dan nilai-nilai budaya lokal yang saat ini mulai tergerus zaman. Misalnya dalam film animasi Upin dan Ipin buatan Malaysia dari perusahaan Lez Copaque itu. Selain terkenal di negeri asalnya, tokoh animasi anak-anak itu juga mendapat ruang tidak saja di kalangan anak-anak, akan tetapi juga orang dewasa di Indonesia.
Dalam film animasi Upin Ipin tersebut ada semacam pesan moral seperti memberikan pelajaran sopan santun. Film yang penuh imajinasi yang menawarkan ajaran keragaman budaya, latar belakang agama dan etnis yang kemudian dikemas dalam film yang sangat kental dengan nilai-nilai melayu sehingga menjadi sesuatu yang berbeda dan mudah diterima anak-anak dan para orang tua.
Melalui film Upin Ipin tersebut pesan-pesan damai juga bisa dimunculkan di tengah panas dinginnya hubungan Malaysia dan Indonesia. Semoga saja film-film animasi luar yang terus membanjiri pasar Indonesia dapat disaingi oleh para animator-animator nasional yang terus bermunculan. Sebab tidak semua film-film luar tersebut mendapat ruang bagi para orang tua karena tidak cocok untuk ditonton anak-anaknya, atau mungkin juga mereka tidak menginginkan putra-putrinya menyerap budaya orang lain sejak dini, tanpa mengenal budayanya sendiri terlebih dahulu. (rimanews)