Personel "Tim Cagar Budaya" Kabupaten Bekasi Terus Menuai Kontroversi

Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin saat mengukuhkan Tim Cagar Budaya, baru-baru ini.
Tim Cagar Budaya bentukan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, menuai kontroversi lantaran penunjukan personel yang dianggap belum memenuhi profesionalitas

CIKARANG – Tim cagar budaya bentukan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin kembali menuai kritik dari pemerhati budaya asal Cibarusah, Raden Agah Handoko. Disebut Raden, ada kejanggalan dalam pemilihan anggota tim tersebut. Pertama tidak ada transparansi, tiba-tiba muncul 7 oang tersebut dan tidak adanya keterwakilan wilayah selatan dari Kabupaten Bekasi yang kebetulan beretnis non Betawi.
Padahal dalam penelitan benda cagar budaya, di samping ke ilmuan, dibutuhkan juga pemahaman kewilayahan yang baik, gimana mau meneliti kalau dia asing dengan kultur budaya setempat dan kondisi geografisnya.
“Saya jadi berpikir, jangan-jangan Pemkab Bekasi justru tidak serius dalam hal penelitian cagar budaya ini. Mereka sendiri tak paham untuk apa dibentuk tim cagar budaya ini,” beber pemerhati budaya ini.
Dari tujuh orang anggota tim cagar budaya menurut Raden, ada yang layak tapi tidak tepat, tidak layak dan tidak tepat, tepat tapi tidak layak. Hanya dua orang yang layak dan tepat yakni Komarudin Ibnu Mikam dan Ali Anwar.
“Menurut saya ada yang layak tapi tidak tepat, tidak layak dan tidak tepat, tepat tapi tidak layak. Muhtadi Muntaha dan Daeng Muhammad layak tapi tidak tepat. Kalau Damin Sada dan H.Naryo jelas tidak layak dan tidak tepat, dan Nengkin termasuk tidak layak tapi tepat,” tegasnya.
Sebagai anggota dewan, Muhtadi dan Daeng jelas super sibuk dan tak mungkin bisa sepenuh waktu mengurusi hal ini. Kalaupun mau turut berperan cukuplah sebagai suverviser tim atau penasihat, sedangkan Damin Sada, apa sih yang sudah dilakukannya.
“Damin Sada, apa sih yang sudah dilakukannya, selain merubuhkan patung lele (bulan-bulan). H Naryo juga tidak layak apa yang sudah dilakukan beliau selain rajin beropini di media massa. Sementara di luar nama itu, saya melihat setidaknya ada tiga nama yang sangat layak masuk tim, dan kebetulan tinggal di wilayah selatan Bekasi, yakni Ending Hasanudin penulis buku Lemah Abang, Ahmad Djaelani aktifis mahasiswa dan Taufan Musonif aktifis Forum SASTRA Bekasi,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Tim Cagar Budaya yang dikukuhkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menuai protes Ketua Forum Badan Permusyaratan Desa (FBPD) Kabupaten Bekasi, Zuli Zulikfli.
Dia mengungkapkan, Bupati Bekasi dan Disparbudpora tidak pernah meminta dan mengajak FBPD untuk ikut dalam tim cagar budaya tersebut. Zuli juga mengkritisi beberapa nama dalam tim cagar budaya seperti Muhtadi Muntaha. Menurutnya, Muhtadi merupakan Komisi A, sementara untuk cagar dan budaya adanya di Komisi B yang bermitra dengan Disparbudpora.
Muhtadi yang disebut-sebut namanya oleh Ketua FBPD, pun tak mau tinggal diam. Pria yang pernah kuliah di Timur Tengah ini justru meminta FBPD agar mencopot namanya.
“Silahkan FBPD mengusulkan pencopotan nama saya, dengan senang hati saya ikhlas tidak masuk dalam tim cagar budaya,” kata Muhtadi.
Seharusnya, orang-orang yang mengkritik ini kata Muhtadi, ikut melibatkan diri untuk mengungkapkan cagar budaya di Kabupaten Bekasi.
“Jangan setelah di bentuk, baru mereka ini ‘teriak’. Jujur selama ini struktur yang menjadi tim cagar budaya merupakan orang-orang yang selama ini mengungkapkan cagar dan budaya. Misalnya, selain saya (Muhtadi) ada bang Daeng, H.Naryo, Komarudin, Ali Anwar,” paparnya.