JAKARTA-Perempuan yang positif menderita HIV AID rentan mengalami kekerasan karena dianggap memiliki posisi tawar yang rendah. Atas dasar itu, pemerintah seharusnya mewajibkan tes HIV pada pasangan yang ingin menikah agar kekerasan tersebut dapat di cegah.
Melly Windi Lianti, Program Manager Ikatan Perempuan Positif Indonesia(IPPI) mengatakan bahwa salah satu sebab seringnya terjadi kekerasan pada perempuan penderita HIV adalah stigma negatif masyarakat berefek pada rendahnya posisi tawar mereka.
Perempuan ODHA seringkali mendiamkan kekerasan yang mereka alami karena takut kehilangan pasangannya.
“Kamu kan positif HIV, siapa lagi yang mau sama kamu?’ Perkataan seperti itu menyudutkan perempuan, sehingga mereka akan menerima saja kekerasan yang dilakukan setelah menikah. Ini terjadi karena suami tidak tahu kondisi HIV istrinya sebelumnya,” ucap Melly dalam diskusi di Kantor Komisi Penanggulangan Aids Nasional, Jl. Johar No 18, Menteng, Jakarta Pusat, jumat (5/9/2014).
Hal itu lumrah terjadi karena pada dasarnya suami merasa takut akan tertular virus HIV oleh istrinya. Menurut Melly ” Sekarang test HIV sifatnya masih sukarela dan belum menjadi hal yang diwajibkan. Ada yang tahu dia positif HIV namun tidak memberi tahu pasangan karena takut gagal menikah.
Padahal menurut survei IPPI, sebagian besar kasus perempuan positif HIV tertular dari pasangan yang menggunakan narkoba. Sehingga salah besar jika perempuan ODHA dicap sebagai perempuan nakal atau pekerja sek komersial.
Yang terpenting menurut Melly, perempuan ODHA harus bisa menerima keadaannya dengan lapang dada sebelum akhirnya memberitahukan statusnya kepadq orang lain.(detikhealth)