By: Haris Rusly |Petisi 28
Ada satu gejala yg unik, namun anomali pada Pemilu 2014, yaitu gejala meluasnya ilusi kaum aktivis atau mantan aktivis kepada Capres tertentu.
Ilusi adalah kesadaran palsu yg tak sepatutnya menguasai isi kepala kaum aktivis yg terdidik, mempunyai akses yg luas terhadap sumber-sumber utama informasi, juga menjadi elemen minoritas yg selalu terdepan mengoreksi keadaan sosial politik negara.
Yang menjadi pertanyaan kita, kenapa anomali politik itu justru melanda kaum aktivis? Bukankah dulu kaum aktivis & kaum intelektual, khususnya aktivis mahasiswa 98, bekerja keras membongkar ilusi atau kesadaran palsu rakyat kepada elite politik, ilusi kepada Megawati, Amien Rais, dll.
Kini, justru rakyat yg mulai sadar atas topeng yg selama ini digunakan oleh elite politik, baik topeng agama, topeng nasionalisme maupun topeng kesederhanaan yg dipakai elite. Rakyat tak lagi terilusi kepada elite politik, walaupun jadi pragmatis, yaitu dengan menipu & menjual aspirasinya, karena tak ada kekuatan yg memimpin.
Sementara kesadaran kaum aktivis justru jatuh hingga ke titik terendah, bahkan bukan semata terilusi tapi fanatik buta, menjadi fundamentalis Jokowi atau Capres lainnya.
Aku sebut fundamentalis, lantaran sebagian besar mereka itu mengidap fanatisme buta kepada sosok tertentu, tanpa dibayar. Mereka bertengkar satu dengan yg lain hingga sangat emosional, seperti kondisi kesadaran rakyat pada tahun 1950-an yg menganut politik aliran atau ideologi tertentu.
Para aktivis tersebut kesurupan bagaikan orang orang yg tersesat ikut aliran sesat, yg baru selesai dicuci otak oleh pimpinan aliran sesat.
Para aktivis tersebut nyaris tak ada lagi sikap kritis terhadap keadaan bangsa & negara yg kacau & terjajah, pemilu yg amburadul & money politic, bahkan tak ada lagi sikap kritis terhadap drakula pertarungan modal di balik sosok-sosok Capres yg muncul.