BERITABEKASI.CO.ID, JATI SAMPURNA – Wakil Ketua I DPRD Kota Bekasi, Edi, mengimbau agar Komisi D serius dalam menangani persoalan tingginya angka terjangkit HIV/Aids di Kota Bekasi yang juga dipicu dengan tidak tersentuhnya lokalisasi dan tempat hiburan malam yang ada di Kota Bekasi. Contohnya yang berada di Jati Sampurna dan Jati Karya, yang kerap menjadi pemicu konflik antar masyarakat, Sabtu (13/12/2014).
Edi menuturkan, banyaknya dampak negatif dari lokalisasi maupun warem, karena keberadaannya ditengah-tengah pemukiman warga.
“Kami telah merekomendasikan Komisi D untuk serius menangani persoalan ini. Bila perlu bentuk pansus untuk segera menginvestigasinya secara mendalam,” tutur Edi saat ditemui beritabekasi.co.id saat Reses.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan bahwa tidak tersentuhnya beberapa lokalisasi di Kota Bekasi diduga menjadi penyebab tingginya angka penderita HIV/Aids di Kota Bekasi. Tercatat penderita HIV/Aids di Kota Bekasi sudah mencapai 3700 orang yang akhirnya menyebabkan Kota Bekasi menduduki urutan kedua di Jawa Barat setelah Kota Bandung sebagai daerah tertinggi penyebarannya.
“Penderita HIV hingga kini mencapai 2900 jiwa, sementara penderita Aids sebanyak 800 jiwa,” paparnya
Politisi Golkar ini mengaku khawatir, jika tidak segera ditangani, persoalan tersebut bisa meruncing yang berujung pada konflik antar masyarakat. Pada 2013 lalu, ia mengatakan di wilayah Jati Sampurna sempat terjadi bentrok antara masyarakat setempat dengan sekelompok ormas yang diduga membekingi lokalisasi tersebut.
“Dahulu pernah terjadi bentrokan yang dipicu oleh penolakan warga setempat atas maraknya warung remang -remang yang diduga menjadi ajang prostitusi, pesta minuman keras, hingga diduga menjadi pusat peredaran narkoba,” ungkapnya
Disamping itu lanjutnya, keberadaan warem akan berdampak negatif bagi perkembangan mental anak-anak yang berada di lingkungan setempat, karena setiap harinya selalu disuguhi dengan perilaku yang bertentangan oleh norma agama, seperti busana yang jauh dari menutup aurat, seks bebas, dan minuman keras.
“Dampaknya luar biasa bagi lingkungan, selain itu juga merugikan daerah karena tidak ada PAD yang dihasilkan,” tutur Edi.
Selain Komisi D, Edi juga mendesak kepada SKPD terkait untuk bertindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Keberadaan warem kan tidak ada payung hukumnya, kami minta stake holder dapat tegas jalankan aturan,” pungkasnya (ton)