CIKARANG – Ketua sementara DPRD Kabupaten Bekasi, Eka Supriatmaja yang nyaleg dari Parati Golkar, rupanya masih menjabat di dalam pengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) No:21/SK/13.1/22/X/2010, tentang susunan dan personalia pimpinan harian anak cabang dan pimpinan majelis pertimbangan anak cabang, pimpinan anak cabang (PAC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Kecamatan Sukani, Kabupaten Bekasi, masa bakti 2010-2015.
Dalam SK yang ditandatangani oleh Ketua DPC PPP Diding Saefuin Zuhri pada November 2010 tersebut, Eka Supriatmaja tercatat menjabat sebagai Wakil Ketua PAC PPP, Kecamatan Sukatani.
Menurut pakar politik dan pemerintahan, Abu Qaiser, saat ini Eka Supriatmaja bisa disebut melanggar etika organisasi dan ketidakpatuhan terhadap organisasi atau partai, yang tidak baik dicontoh.
“Dalam politik itu, proses merupakan salahsatu etika yang harus dijaga. Nah, persoalan Eka yang masih menjabat sebagai pengurus PAC di PPP masa bakti 2010-2015, bisa disebut sebagai orang yang tidak mengerti etika berorganisasi. Tentunya jika mengundurkan diri dimulai dengan komunikasi antar pengurus PAC dan DPC, yang berlanjut pada keluarnya SK pengunduran diri Eka,” bebernya.
Diungkap alumnus Magister Ilmu Komunikasi Universitas Jayabaya ini, sepantasnya jika Eka menunjukkan SK pengunduran diri dari PAC PPP kepada publik. Apalagi saat ini Eka menjabat sebagai Ketua sementara DPRD Kabupaten Bekasi yang loncat dari PPP ke Partai Golkar.
“Bisakah Eka yang sekarang menjabat Ketua sementara DPRD Kabupaten Bekasi, menunjukkan SK pengunduran dirinya dari PPP. Jika tidak ingin dianggap sebagai politisi karbitan, atau sering dikenal istilah ‘kutu lonjat’,” ujar Abu Qaiser sambil tersenyum
Jabatan ketua sementara DPRD Kabupaten Bekasi kata Abu Qaiser, juga bisa menjadi polemik yang meluas. Lantaran, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin menunjuk Eka sebagai ketua sementara DPRd Kabupaten Bekasi.
“Ketua DPD Partai Golkar yang menunjuk Eka sebagai ketua sementara DPRD, ini bisa menjadi polemik meluas dan berkepanjangan. Ada apa dengan Neneng yang menjabat Ketua DPD Partai Golkar, memberikan rekomendasi Eka sebagai ketua sementara DPRD,” katanya.
Disebut Abu Qaiser, ada kriteria seseorang yang bisa menjabat sebagai Ketua DPRD. Jika proses menentukan Ketua DPRD tidak dijalankan, maka ada ketakutam dan kehawatiran Neneng sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi.
“Dalam internal DPD Partai Golkar, apakah tidak ada sistem penilaian di DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, yang menjadi aturan main dalam menentukan Ketua DPRD. Menurut saya ada ketakutan dan kehawatiran Neneng sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi,” tambahnya.
Sekedar diketahui, dalam AD/ART Partai Golkar untuk penunjukan unsur pimpinan DPRD Kabupaten dan Provinsi ada beberapa penilaian. Kader Partai Golkar yang akan diajukan sebagai unsur pimpinan DPRD Kabupaten dan Provinsi, sebagaimana amanat AD/ART Partai Golkar, setidaknya harus memenuhi syarat:
– kader yang menjadi unsur pengurus harian
– pernah menjadi anggota (tujuannya agar calon itu memiliki pengalaman)
– berpendidikan minimal S-1
– tidak pernah terlibat kasus kriminal
– tidak menjadi anggota kelompok terlarang, dan
– tidak pernah menjadi anggota parpol lain
syarat lainnya :
– memberikan prioritas kepada calon yang mampu mencapai perolehan suara yang memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).