JAKARTA — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar persidangan atas pelanggran kode etik terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi, Nurul Sumarhaeni yang diduga melanggar kode etik untuk pendistribusian kertas suara menggunakan truck bak terbuka tanpa adanya pengawalan dari kepolisian, Senin (27/5/2019).
Hal ini sidang pemeriksaan dipimpin oleh Anggota DKPP ex officio Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar dengan anggota majelisnya dalam Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Barat, yakni Abdullah (unsur Bawaslu), Undang Suryatna (unsur KPU), dan Wirdyaningsih (unsur tokoh masyarakat).
Kendati demikian, untuk pengadu mendalilkan, bahwa saudara teradu dalam hal ini, Ketua KPU Kota Bekasi, telah melakukan pelanggaran kode etik pada saat pelaksaan Pemilu serentak 2019, ketika pendistribusain kertas suara dari Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) menuju Kampung Cerewet menggunakan mobil truck bak terbuka tanpa adanya pengawalan dari pihak kepolisian.
Selanjutnya, Majelis sidang mendengarkan jawaban teradu, terkait dengan apa yang disampaikan pengadu sama dengan proses yang kami lalui di Bawaslu yang dimohonkan pelanggaran administarsi pada saat tanggal tersebut, petugas lapangan melalukan kesalahan sop yang kami buat kalaupun kami bersalah, kami melanggar aturan yang kami buat sendiri, kata Nurul di persidangan.
Sebelumnya, kata Nurul, pak Suhardi meminta pengawalan kepada polisi yang di GOR tapi ditolak, karena menurut polisi yang jaga dia itu sprint mereka hanya utk jaga gudang, sementara pak Kapolres pernah menyampaikan kepada saya, Bu tidak usah terlalu formil, kalau butuh anggota saya untuk melakukan pengawalan silahkan.
Mengunakan truck bak terbuka karena dikejar waktu yang mendesak, karena surat suara DPD RI mau datang ke Gudang, kami menggunakan truck bak terbuka agar muatanya lebih banyak.
Sementara itu, Majelis Hakim mempertanyakan terkait distribusi dengan menggunakan truck terbuka dan terjadi rusaknya surat suara tersebut.
“Dari mobil bak tersebut, apakah ada surat suara yang rusak, ada di satu kantong yang jatuh jumlahnya tidak banyak tidak sampai ratusan atau puluhan.
Lanjut Majelis Hakim, bahwa terkait rapat tanggal 18, apakah ada berita acaranya, hanya notulen rapat.
Berarti saudara teradu tidak membantah apa yang di sampaikan pengadu, dalam hal terjadi kelalaian.
Dikatakannya, teradu lebih cenderung mementingkan anggaran, daripada adanya faktor keamanan kertas suara. Namun, disisi lain, Majelis pimpinan sidang mempertanyakan plastik yang digunakan berasal dari anggaran siapa, teradu terkait anggaran plastik.
Sedangkan hasil persidangan pemeriksaan, DKPP sudah mendengarkan pokok-pokok aduan serta bantahan yang disampaikan teradu.
Selanjutnya, dalam waktu paling lambat tanggal 10 Juni, pihak pengadu dan teradu apabila ada kesimpulan atau bukti-bukti tambahan mempersilahkan kedua belah pihak agar menyampaikan ke DKPP.
“Pihak Pengadu dan Teradu kalau ada kesimpulan dan alat bukti tambahan dinpersilahkan untuk disampaikan ke DKPP,” kata Ketua Majelis sidang.(*)