Kecewa Uang Pembebasan Belum Dibayar, Warga Jatikarya Dirikan Tenda Ditengah Jalan Tol

Kecewa lantaran uang kompensasi pembebasan jalan tol belum dibayar, warga Jatikarya, Jatisampurna, Kota Bekasi pasang tenda di tengah jalan tol, sejak minggu (27/6/2022).

BEKASI KOTA – Kecewa lantaran uang kompensasi pembebasan jalan tol belum dibayar, warga Jatikarya, Jatisampurna, Kota Bekasi pasang tenda di tengah jalan tol, sejak minggu (27/6/2022).

Selama ini lahan milik warga yang sudah dibangun tol sampai dengan hari ini belum dibayarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.

Rencananya, pemasangan tenda di tol itu dilakukan warga hingga tanggal (29/6) mendatang atau lebih sampai di waktu pertemuan pihak kuasa ahli waris dengan CCT, ATR/BPN Kota Bekasi dan PN Bekasi.

Pemasangan tenda di tengah jalur menuju gerbang pintu tol Jatikarya II dilakukan warga dalam bentuk kekecewaannya kepada pihak instansi BPN Kota Bekasi yang tak mengeluarkan Surat Pengantar untuk dapat mencairkan di pengadilan yang masih tertahan uang konsinyasi pembebasan tanah untuk jalan tol tersebut.

Aksi warga tersebut sudah sering dilakukan bertahun-tahun lamanya sejak memenangkan sengketa di PN Bekasi dan Mahkamah Agung.

“Pencairan ganti rugi pembebasan tol di Jatikarya yang seluas 4,2 hektar ini. Kenapa uang ganti rugi milik ahli waris itu masih di tahan sejak pembebasan 2019 lalu,” terang salah satu ahli waris

Diketahui, tuntutan ahli waris itu di atas lahan yang dijadikan tol tersebut seluas 4,2 hektar dengan nominal kerugian kurang lebih Rp 218 miliar yang sebenarnya sudah cair namun uang konsinyasi itu masih tertahan oleh PN Bekasi sampai sekarang sejak .

Lanjut H. Dani, belakangan dengan adanya undang-undang Nomor 1 tahun 2004 mereka bersandar di sana dengan dasar itu adalah aset yang menjadi pertanyaan kami sebagai kuasa atau perwakilan warga menanyakan kalau dibilang aset, belinya sama siapa, yang bayar siapa, anggarannya darimana. “Karena faktanya hukumnya jelas, kalau memang ini merupakan aset, tidak semestinya doang sertifikat lahir terlebih dahulu baru kemudian alasannya dibeli dari pihak lain, ini yang perlu di cermati,” ungkapnya.

“Disamping itu, 44 atau 45 pemilik asal tanah ini sudah meninggal dunia dari tahun 1942 sampai tahun 1972, kalau mereka siapa pun yang membeli dari orang -orang yang sudah meninggal dunia, apa layak itu surat dibilang benar,” lengkapnya kata H. Dani

Menurutnya, “kalau bicara upaya hukum ini kan sudah 2 kali, 2008 kita sudah menang PK pertama, terus di tahun 2018 ada yang mengajukan PK dua ternyata yang dinyatakan putusan yang berlaku adalah PK kita dan putusan berdasarkan surat-surat yang palsu sudah dibatalkan oleh mahkamah agung,” terangnya. (RON)