BERITABEKASI.CO.ID, Bekasi Timur – Banyaknya kericuhan dalam rekapitulasi suara di Panitia Pemungutan Suara (PPS) kelurahan mengindikasikan jual beli atau menjadi tuyul suara memang terjadi. Meski baru dugaan beberapa pihak menyakini modus tersebut sering terjadi. Demikian diungkapkan Direktur Bekasi Parliamentary Center (BPC) Kota Bekasi, Didit Susilo.
Menurutnya, modus seperti itu dimungkinkan terjadi dengan mencuri suara, jual beli suara antar caleg satu parpol atau lain parpol. Apalagi C1 yang dimiliki parpol hanya sekitar 80 persen dan masih terjadi kesalahan menulis data salinan C1 oleh saksi parpol.
“Dalam rekapitulasi PPS masih saja ditemukan selisih hasil suara yang tercatat di form C1 di tempat TPS berbeda dengan form D1 di tingkat PPS kelurahan,” katanya.
Lanjut Didit, lihat saja di lapangan di awal perhitungan masih ada saksi parpol yang hanya bermodal bulpen dan kertas saja, artinya tidak ada data pembanding berbasis C1.
Dia mencontohkan modus kecurangan, kata dia, satu parpol dengan memindahkan suara milik caleg di bawahnya menjadi milik caleg diatasnya. Misalnya, di formulir C1 kolom parpol tercatat suara partai tertulis 7, suara nama caleg No 1, suara 5 namun caleg dibawahnya kosong padahal dalam formulir C1 mendapat suara. Dalam formulir D1 PPS juga berubah suara parpol juga ikut beralih ke suara caleg.
“Biasanya modus seperti itu sering dilakukan, mudah-mudahan saksi tetap fair play dan takut pidana pemilu,” kata dia.
Didit menambahkan, untuk mendorong pemilu yang kredibel dan bermartabat semua pihak dan parpol juga harus fair play dengan tidak menghalalkan segala cara sehingga merugikan calegnya sendiri. Dampak dari manipulasi, penggelembungan dan penggembosan suara membuat caleg yang seharusnya menang malah tersingkir. Sementara caleg sudah mengeluarkan cost politik miliyaran rupiah.
“Pantas saja banyak caleg yang terindikasi stres berat setelah mengetahui kalah dalam perhitungan suara awal,” pungkasnya.