BERITABEKASI.CO.ID, BEKASI SELATAN – Menyikapi sejumlah individu partai yang mendukung Capres tertentu, Direktur Pusat Kajian Peradaban Pancasila, Nanang Djamaludin mengatakan, sebenarnya dalam konteks Pilpres, dukungan, penolakan, maupun sikap kritis terhadap para Capres-Cawapres, merupakan sebuah keniscayaan politik, yang berlaku bagi partai, bagi individual pada partai tertentu maupun individual tak berpartai.
Persoalannya adalah, lanjut Nanang, apa motif dan argumen dibalik dukungan, penolakan maupun sikap kritis yang ditunjukkan, sebagai sikap politik dari partai maupun individu di partai tertentu ataupun individu tak berpartai.
“Apa motif dan argumen dibalik dukungan, penolakan maupun sikap kritis yang ditunjukkan,, sebagai sikap politik partai, individu partai maupun individu tak berpartai,” katanya, kepada beritabekasi.co.id dihubungi, Jumat (20/06/2014).
Di luar konteks tersebut, dalam iklim demokrasi yang amat liberal seperti sekarang ini, memang berlangsung tren berupa anomali hubungan antara partai dengan anggotanya. Dalam arti, banyak anggota partai saat ini, yang tidak sejalan dalam preferensi dukungannya terhadap figur tertentu.
“Lihat saja, banyak anggota atau elit partai tertentu yang justru mendukung Capres-Cawapres yang tidak didukung oleh partainya,” terangnya.
Hal sebaliknya juga kerap terjadi, dimana banyak elit partai yang seharusnya menjadi penentu utama arah kebijakan partai, ternyata membuat keputusan yang tidak sejalan dengan aspirasi mayoritas anggotanya.
Lalu jika ada anggota partai yang memilih sikap berbeda dengan partainya dalam hal dukungannya terhadap capres tertentu, maka tak tampak lagi kewibawaan partai dalam menyelamatkan keputusannya agar diikuti oleh anggotanya. Sebab sanksi partai terhadap pembelotan sikap individual itu pun sudah enggan digunakan lagi oleh partai. Seperti fenomena sejumlah kader Golkar yang justru memilih berbeda dengan partainya, dengan mendukung Capres-Cawapres nomor 2.
(Bam)