BERITABEKASI.CO.ID, BEKASI TIMUR – Alokasi anggaran studi banding alias ‘plesiran’ ke 50 anggota DPRD Kota Bekasi tahun 2015 mendatang menghabiskan Rp 2 milyar. Di tengah gerakan penghematan (efisiensi) yang digaungkan oleh pemerintah pusat, alokasi anggaran sebesar itu dianggap melukai rasa keadilan masyarakat dan menggugah sense of crisis.
“Alokasi duit rakyat untuk studi banding boleh – boleh saja namun tetap harus disesuaikan dengan beban kinerja serta prioritas penggunaan anggaran,” kritik praktisi kebijakan dan pelayanan publik Kota Bekasi, Didit Susilo.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh redaksi, sejak dilantik 4 bulan lalu tepatnya 11 Agustus 2014 lalu sebagai wakil rakyat periode 2014 – 2019, sebanyak 50 anggota Kota Bekasi baru merampungkan pembahasan APBD Perubahan 2014 dan saat ini sedang membahas RAPBD 2015.
Kemudian pasca dilantik, para anggota dewan terhormat tersebut sudah melakukan studi banding ke Jogjakarta, Surabaya, Surakarta, Purwokerto, dan Batam. Seperti kejadian – kejadian sebelumnya, studi banding ini dipertanyakan efektifitasnya. Bahkan, beberapa kali, anggota DPRD kedapatan jalan – jalan, dan malahan lokasi tujuan studi banding tidak sesuai dengan fokus penyusunan perundang – undangan yang akan dibahas atau tupoksi permasalahan sebagai uji banding.
Menurut data yang dihimpun, sebelumnya DPRD Kota Bekasi dalam kegiatan outbound di Puncak bersama eksekutif menyedot anggaran sebesar Rp 600 Juta termasuk honor SPJ (Surat Perintah Jalan). Begitu juga anggaran kegiatan Bimtek (Bimbingan teknis) di Bandung usai dilantik menelan dana Rp 200 juta.
Lebih jauh, dijelaskan Didit, dalam RAPBD Kota Bekasi 2015 diusulkan dalam pos anggaran belanja langsung urusan Sekretariat DPRD total sebesar Rp 16,2 milyar. Alokasi itu diantaranya untuk penunjang kegiatan Badan Anggaran Rp 2,5 milyar, rapat dan studi banding komisi – komisi Rp 2 milyar, reses Rp 2 milyar, penyusunan Raperda Rp 1,3 milyar, pembahasan Pansus Rp 2 milyar, tim ahli dan pakar Rp 400 juta dan belanja urusan lainnya.
“Memang pos anggaran untuk legislatif hanya sekitar 7 persen dari total APBD Rp 3,5 triliun. Padahal rasionya sekitar 10 persen dari total APBD, tapi yang penting berbasis kinerja dan aspiratif yang benar – benar menyuarakan kepentingan rakyat,” pungkasnya. (wok)