BEKASI – Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim mendorong pengembalian alih fungsi lahan ruang terbuka hijau atau RTH, guna memenuhi kuota 30 persen sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Diakui Arif, ketersediaan RTH di Kota Bekasi terbilang minim. Bahkan, dari pemenuhan target sebesar 30 persen, baru terpenuhi 12 hingga 14 persen. Karena itu, Arif mengimbau agar Wali Kota mengembalikan alih fungsi RTH sebagaimana mestinya.
“Kita akui RTH kurang dari 30 persen. Banyak yang dipakai, yang disewa, atau sekarang beralih fungsi, ini yang akan kita kaji lagi,” ucap Arif melalui sambungan telepon, Senin (19/10/2020).
Politisi PDIP ini secara tegas mengatakan, alih fungsi RTH menjadi lahan komersil atau diperbisniskan dengan pihak swasta dapat merugikan lingkungan. Apalagi, kata Arif, Kota Bekasi merupakan daerah rawan banjir, sehingga membutuhkan lahan resapan yang memadai berdasar ketentuan.
“Kalau ada pemanfaatan RTH bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bekasi, kita akan lihat bentuk perjanjiannya dan masa berlakunya. Semua harus dikembalikan lagi ke fungsi asalnya. Salah satunya alih fungsi lahan di Hutan Kota yang dikerjasamakan dengan pihak swasta, itu akan kita kaji lagi,” kata Arif memaparkan, pemanfaatan RTH seperti kawasan kuliner yang memakan sebagian Hutan Kota, bangunan di garis sepadan sungai dan jalan, serta lahan resapan lain dapat merugikan lingkungan.
“Saya berharap ada keterbukaan dari BPKAD sebagai instansi pencatat asset daerah, mana saja RTH milik pemerintah. Ini menjadi penting, apalagi sebentar lagi sudah musim hujan, dimana kita membutuhkan lahan resapan air,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan 30 persen, Arif sependapat dengan pernyataan Lembaga Koalisi Indonesia Lestari (KAWALI), bahwa Pemerintah Kota Bekasi harus secara tegas mengembalikan fungsi lahan terbuka hijau yang berubah peruntukannya.
Apalagi, kata Arif, Pemerintah Kota Bekasi sedang dalam fase keuangan yang tidak stabil. Sehingga, tidak memungkinkan membebaskan lahan guna memenuhi RTH sebesar 30 persen.
“Keuangan saat ini sedang tidak stabil, kalau kita beli lahan untuk memenuhi RTH 30 persen kan tidak mungkin. Karena itu, kita akan mencari mana lahan milik pemerintah yang dikerjasamakan. Kalau memang disewakan, maka berapa lama kerjasamanya, kita lihat waktu selesainya. Kalau yang dikomersilkan, nah ini kan yang jadi masalah,” pungkas Arif.
Hal senada dikatakan Anggota Komisi II DPRD Kota Bekasi, Alimuddin. Ia mengingatkan pemerintah lebih selektif dalam melakukan alih fungsi ruang terbuka hijau seperti menjadi tempat kuliner dan lainnya.
“Setahu saya alih fungsi RTH menjadi tempat tertentu harus ada rotasi. Sebagai pengganti agar tidak berkurang. Jika hanya alih fungsi saja itu menyalahi prosedur,” ungkap Alimuddin saat dikonfirmasi.
Dikatakan politisi PKS itu, Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi harusnya memperhatikan fasos dan fasum di Kota Bekasi dalam ketersediaannya.
“Jangan dikemudian hari mengaku sulit menyediakan RTH, tetapi yang ada malah dikurangi, bukan menambah,” kata Alimuddin. Dia mengakui, RTH merupakan sutau kebutuhan penyeimbang antara pembangunan dan lingkungan. Sehingga eksekutif harus memperhatikan hal tersebut.
“Pembangunan penting, tapi tidak pembangunan fisik saja digenjot tanpa memperhatikan lingkungan. Karena lingkungan juga prioritas sebagai penyeimbang alam,” ujarnya.
Sementara kepala UPTD Hutan Kota, Anto Sugiarto, mengakui kawasan yang saat ini menjadi tempat wisata kuliner oleh pihak swasta adalah lahan milik hutan kota yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.
“Saya tidak tahu menahu soal kawasan hutan kota yang dijadikan kawasan wisata kuliner oleh pihak swasta tersebut. Pokonya sudah ada MoU kerjsama, itu saja,” pungkasnya. (*)