BEKASI – Pada penyelenggaraan tahapan Pemilu, ada satu tahapan penting bagi
Peserta Pemilu, yakni Kampanye. Kampanye adalah kegiatan menawarkan visi,
misi, program Peserta Pemilu dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan
mengenalkan atau meyakinkan Pemilih.
Kampanye akan dimulai dari tanggal 23
September 2018 hingga 13 April 2019. Sebagai bagian penting dari kompetisi
Pemilu, dalam Kampanye ada waktu dan kesempatan yang sangat baik bagi
Peserta Pemilu dan Tim Kampanyenya untuk mengenalkan dan memasarkan
dirinya kepada para pemilih, sehingga dapat dikenal dan dipahami dengan baik.
Dalam konteks itulah, sebaiknya semua Peserta Pemilu menggunakan
kesempatan tersebut dengan baik dan konstruktif. Baik dalam pengertian
menggunakan kesempatan semaksimal mungkin.
Konstrukstif dalam pengertian
bukan hanya mengejar suara sebanyak-banyaknya, tetapi juga ikut memberikan
kontribusi bagi proses pendidikan yang sehat, berkualitas dan berintegritas. Jika
ingin berkontribusi bagi pendidikan politik, seyogyanya semua Peserta Pemilu
memilih Kampanye positif, yakni mengangkat kebaikan dan keunggulan Peserta
Pemilu masing-masing.
Peserta Pemilu sebaiknya menghindarkan diri dari politik
uang, politisasi sara, Kampanye negatif, kampanye hitam, fitnah, pembunuhan
karakter dengan menjelek-jelek Peserta Pemilu lain.
Dalam Pasal 267 hingga pasal 306 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum tertulis jelas larangan-larangan dalam kampanye agar
peserta pemilu mengikuti aturan yang ada. Juga untuk menghindari politik hitam dan
kontestasi yang sehat dalam mengajak masyarakat untuk memilih para calon.
Pada pasal 284 hingga pasal 286 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tertulis sanksi atas pelanggaran kampanye, Tim Kampanye dan Peserta Pemilu
yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut dikenai sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait politik SARA, ini menjadi ancaman bagi pelaksanaan Pemilu 2019.
Banyak pihak khususnya dari kalangan tim pemenangan yang menggunakan isu
SARA (suku, agama, ras, antar golongan) sebagai alat kampanye. Isu SARA yang
kami maksudkan disini adalah menempatkan SARA sebagai parameter kepatutan
dan keterpilihan kandidat. Diksi-diksi seperti “Sunda Wiwitan”, “Kafir”, dan
deretan panjang frase-frase yang mengindikasikan pada identitas SARA.
Masing-masing tim pemenangan berikut pendukungnya melontarkan pernyataan, dan
gambar-gambar yang mendelegitimasi eksistensi identitas kandidat lainnya. Seakan
dalam ruang entitas kesukuan ini, ada kelompok identitas tertentu yang berhak
menjadi pemimpin daerah, sedangkan kelompok identitas tertentu lainnya tidak
diperkenankan. Padahal keduanya adalah sama-sama anak bangsa, berdarah
Indonesia.
Kondisi tidak ideal tersebut semakin merisaukan kita ketika media sosial
digunakan secara massif untuk memperluas kampanye negatif berbasis SARA
tersebut. Awalnya kita berharap bahwa media sosial akan menjadi sarana bertukar
gagasan, dan informasi seputar ke-pemilu-an, tetapi pilkada DKI 2017 menunjukkan
bahwa media sosial justru dimanfaatkan sebagai ajang saling serang. Kebiasaan
membagikan informasi tanpa krosscek, laman berita, status teman di medsos.
Untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia berjalan pada koridor yang
benar, maka penyelenggara negara merasa perlu bahkan berkewajiban untuk
memastikan regulasi dan praktik demokrasi kita sesuai dengan aturan konstitusi
dan nilai-nilai kebangsaan yang adil.
Atas dasar itu, dalam rangka meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan
stakeholder dalam mengawasi penyelenggaran Pemilu yang bersih, jujur dan
adil, Bawaslu Kabupaten Bekasi melakukan sosialisasi mengenai berbagai
ketentuan, prosedur dan larangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019, salah satunya
kegiatan Deklarasi Pemilu Bersih dan Berintegritas pada Pemilihan Umum Tahun
2019.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Pemerintah Daerah yang di wakili oleh
Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi, KPU Kabupaten Bekasi, 16 Partai Politik
Peserta Pemilu, Organisasi Masyarakat dan Kepemudaan, Masyarakat sekitar,
serta Media massa. acara tersebut diselenggarakan di halaman kantor pemerintahan daerah. (Hql)