Banyak Perda Yang Mandul, Pemkot Bekasi Lemah Dalam Penegakkan

penegakkan Perda yang tebang pilih dan rawan pungli mengakibatkan Banyak Perda di Kota Bekasi mandul dan ompong.
penegakkan Perda yang tebang pilih dan rawan pungli mengakibatkan Banyak Perda di Kota Bekasi mandul dan ompong.

BERITABEKASI.CO.ID, KOTA BEKASI – Memasuki akhir tahun 2014 ke 50 anggota DPRD Kota Bekasi sudah menghasilkan dua buah Peraturan Daerah (Perda) yakni Perda Tata Tertib DPRD dan Perda APBD 2014 Perubahan.
Namun, hal tersebut menjadi biasa karena memang berkaitan dengan urusan legislatif dan eksekutif. DPRD periode lalu (2009-2014) selama lima tahun berhasil melahirkan 54 Perda yaitu sebanyak 31 Perda urusan pemerintahan dan 23 Perda yang berkaitan dengan masyarakat. Sayangnya dari 23 Perda terkait urusan masyarakat atau ‘Perda Rakyat’ tersebut banyak yang mandul. Padahal dalam proses pembuatan per perda hingga pengesahan memakan biaya sekitar Rp 300 – Rp 400 juta lebih.
“Dari 23 Perda yang terkait langsung dengan masyarakat banyak yang mandul dan harus dilakukan revisi karena sudah tidak sesuai kondisi existing di lapangan. Jika tidak direvisi Perda tersebut mubazir dan mandul,” jelas pemerhati kebijakan dan pelayanan publik Kota Bekasi, Didit Susilo.
Dalam catatan akhir tahun terkait produk hukum yang dihasilkan DPRD, adanya Perda mandul karena tidak dibarengi dengan juklak/juknis berupa Perwal, Kepwal serta implementasi penegakkannya, seperti Perda penataan miras yang tidak ada juklak/juknis dalam penataannya. Sehingga dilapangan sering terjadi pilih kasih dalam penertiban miras. Justru yang sering dilakukan penertiban hanya took-toko kecil dan warungan yang menjual miras oplosan dan miras bermerk namun tidak mengantongi izin. Sementara peredaran miras di hotel, kafe dan tempat hiburan malam jarang dilakukan razia penertiban tanpa ada alasan yang jelas.
Untuk Perda No 17 tahun 2011 tentang penyelenggaraan izin pemanfaatan ruang, juga mandul karena sering dilabrak kepentingan investor sehingga banyak daerah resapan air juga untuk kepentingan investasi waralaba. Perda tersebut juga terkait dengan Perda No 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Bekasi tahun 2011- 2031, Perda No 7 tahun 2012 tentang penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko modern dan Perda No. 13 tahun 2013 tentang penyelenggaraan dan restribusi pengendalian menara telekomunikasi (menara seluler).
Maraknya pembangunan mal, apartemen, hotel meski belum melengkapi perizinan dan melanggar berbagai ketentuan membuktikan perda-perda terkait investor tersebut mandul atas kepentingan investasi. Bukan saja melabrak berbagai aturan, pembangunan gedung-gedung mercusuar pencakar langit tersebut sering berdampak banjir wilayah sekitarnya. Artinya berbagai proyek investor itu juga menginvestasi masalah.
Dalam Perda No 7 tahun 2012 tentang pengendalian mal dan toko modern sudah dibarengi dengan Perwal tentang pembatasan toko modern se-Kota Bekasi tidak boleh lebih dari 505 unit. Namun, tetap saja jumlah pembatasan itu malah membengkak karena gampangnya toko modern seperti Indomaret dan Alfamart berdiri meski belum melengkapi perijinan. Beberapa toko modern memang sempat disegel namun tetap saja buka dengan segel yang tetap menempel. Berarti penegakan Perda dihadapkan pada berbagai kepentingan.
Meski ada Perda No 13 tahun 2013 pengendalian tower komunikasi, tetap saja penertiban dan penyegelan yang dilakukan Distako tidak sebanding dengan maraknya tower yang berdiri. Sehingga Kota Bekasi mirip hutan tower tanpa terkendali karena gampangnya mendirikan tower meski melanggar perijinan. Banyaknya mafia yang bermain sehingga para oknum pengusaha tower gampang mengangkangi peraturan.
Dalam pembuatan Perda banyak tidak melalui pengkajian yang memadai terutama Perda inisiatif DPRD seperti Perda pajak reklame No 14 tahun 2012 yang hanya mengejar pemasukan PAD dengan menaikan pajak reklame sebesar 320 persen. Belum berjalan setahun Perda tersebut sudah direvisi kembali dengan Perda No. 15 tahun 2012 tentang perubahan pajak reklame. “Kalau seperti itu berarti pengkajian lemah dan naskah akademis terkadang hanya cap stempel semata serta study banding yang hanya pemborosan anggaran,” pungkas Didit.
Sementara itu Ketua Badan Legislasi Banleg DPRD Kota Bekasi Abdul Muin Hafidz membantah jika perda tersebut menggeluarkan anggaran sebesar Rp 400 juta, karena yang membuat besar adalah saat kunjungan kerja dan study banding keluar kota.
“Sebenarnya anggaran pembuatan perda di Kota Bekasi tidak mencapai Rp 400 juta, karena yang membuat besarnya anggaran adalah saat kunjungan kerja dan studi banding keluar kota untuk mengkaji membuat sebuah perda,” bantahnya.
Lebih jauh Muin menjelaskan, bahwa saat ini perda yang dibuat oleh DPRD Kota Bekasi kurang greget itu juga disebabkan pihak eksekutif yang tidak bisa tegas dalam menjalankan perda yang ada saat ini, bahkan perda yang seharusnya tidak keras sama esekutif dibuat keras yang mengakibatkan banyak kebocoran PAD.
“Jadi, pengawasan perda itu tidak hanya banleg saja, tetapi eksekutif dalam hal ini Walikota Bekasi dan jajaran yang menjalankan harus tegas, dan juga Komisi komisi yang ada di DPRD juga harus mengawasi, jangan ketika ada permasalahan baru memanggil SKPD yang bermasalah,” papar politisi PAN ini.
Muin menambahkan, jika perda yang ada bisa dimaksimalkan dengan baik, maka tidak akan ada namanya kebocoran PAD, bahkan jika perda yang ada bisa diterapkan dengan tegas maka tidak akan ada SKPD yang menjadi oknum pelemah perda (baca: pungli).
“Sebagai contoh, kita ambil perda pendirian tower telekomunikasi, jika itu bisa ditegakkan dan diimplementasikan dengan baik maka tidak akan ada namanya tower bodong,” cetusnya.
Muin berjanji, pihaknya akan melakukan pembedahan perda yang tidak berjalan dan mandul, setelah itu pihaknya akan mensosialisasikan ke masyarakat agar masyarakat juga tahu tentang perda yang ada di Kota Bekasi. (wok)