Arogansi Oknum BPN Kota Bekasi Bukti ‘Adanya Pungli’ 

Puluhan wartawan melakukan aksi protes atas sikap Kasubbag TU BPN Kota Bekasi Christiawan yang dianggap arogan dan melecehkan profesi wartawan, Jum'at (5/12/2014).
Puluhan wartawan melakukan aksi protes atas sikap Kasubbag TU BPN Kota Bekasi Christiawan yang dianggap arogan dan melecehkan profesi wartawan, Jum’at (5/12/2014).

BERITABEKASI.CO.ID, BEKASI TIMUR – Aksi kekerasan dan upaya mengkriminalisasi pekerja pers di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi adalah bukti dari pelayanan publik di instansi tersebut tidak beres dan sebagai bukti masih adanya pungli.
Bahkan oknum BPN Kota Bekasi tidak mengerti implementasi UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Ancaman hukuman pidana maksimal dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta, bagi siapa pun yang menghalangi tugas pers, ternyata tak begitu saja menghalangi para pelaku tindak kekerasan terhadap para pewarta jera. Sanksi pidana dan denda yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers itu, nyatanya belum sepenuhnya mampu menghentikan tindak kekerasan dilakukan kepada para pewarta atau jurnalis,” jelas Direktur Bekasi Parliamentary Center Didit Susilo.
Menurutnya, institusi pemerintah termasuk BPN, tidak memandang dari sudut yang salah dan memarjinalisasi semua orang yang mengatasnamakan pekerja pers. Jika ada ulah sebagai oknum yang mengatasnamakan pers sering melakukan tindak pidana pemerasan, intimidasi dengan menakut-nakuti ‘bongkar kasus’ tidak menjadikan institusi alergi dan apriori secara masif sehingga menimbulkan sikap kecurigaan yang berlebihan.
“Kan institusi pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID) yang juga punya hak mengecek dari mana pekerja pers itu dengan meminta menunjukkan kartu pers. Jadi jangan semua orang disamakan mempunyai perilaku negatif,” sesal Didit.
Dijelaskannya, PPID di setiap badan publik seperti BPN menjadi keharusan dalam mewujudkan pemerintahan yang terbuka (Open Government), pelayanan publik anti pungli, transparansi dan akuntabilitas publik termasuk melayani pencari sumber berita tanpa diskriminasi.
Lebih lanjut ditegaskanya, masih banyak pihak tetap memilih jalan kekerasan, untuk menyelesaikan urusan dengan kalangan pers dan para jurnalis yang dianggap telah merugikan kepentingannya, mencemarkan nama baiknya atau melakukan penghancuran karakter itu.
Padahal tersedia dan terbukanya mekanisme penyelesaian dengan cara terpuji dan baik-baik terhadap hasil kerja jurnalis di media massa yang dianggap merugikan pihak lain, yaitu dengan menggunakan hak jawab dan kewajiban pers untuk memuat serta mengkoreksi kekeliruan atas pemberitaan tersebut.
“Pers dan jurnalis harus selalu menulis secara objektif, akurat, benar, dan berimbang, serta mengindahkan hak narasumber dan para pihak di dalamnya (cover bothside), sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik,” ujar Didit.
Dirinya pun meminta agar BPN Kota Bekasi sebagai badan publik segera memberikan klarifikasi sesuai fakta di lapangan dan memohon maaf atas tindakan oknum pegawainya yang jelas – jelas sudah melanggar UU No 40 tentang Pers dan juga tidak profesional sebagai pejabat PPID sesuai UU KIP.
“Jika memang terus seperti itu sebaiknya dilaporkan saja ke kepolisian dan Dewan Pers serta Komisi Informasi Daerah Provinsi Jabar, agar ditindak tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya. (wok)