Oleh: Ustaz Yusuf Mansur
Antara kemerdekaan dan kebebasan, mungkin harus ada pembahasan sedikit dari pandangan sisi keimanan dan hubungan kita kepada Allah SWT, sebagai pemilik tunggal alam dan negeri ini. Termasuk juga jiwa raga kita ini, dan segala sesuatu yang menempel di diri kita.
Banyak orang sekarang yang menginginkan kebebasan dengan sebebas-bebasnya. Dia menggunakan mata, tapi seenaknya sendiri, menggunakan telinga seenak dirinya. Omongan orang lain, didengerin saja, baik omongan yang baik maupun yang baik, tanpa ada filter (saringan) dari apa yang dia dengar.
Mata juga demikian, apa saja mau dia lihat. Dia tak peduli apakah Allah senang, Allah ridha, atau tidak. Boleh atau tidak, halal atau haram. Kemudian hati juga begitu, maunya dipergunakan sebebas-bebasnya.
Apakah ini yang dinamakan kemerdekaan? Tidak. Ini lebih cenderung pada freemason. Bukan kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Allah SWT memberikan kebebasan ini, tetapi masih ada aturan. Tujuannya agar hidup manusia teratur, rapi, tertib dan indah.
Bayangkan saja, seperti di jalan raya. Silakan pergunakan kapan pun. Tapi, taati peraturan yang berlaku. Jika semua pengguna jalan seenaknya saja, bebas melakukan atau mengendarai kendaraannya, maka tidak ada keteraturan dan ketertiban di jalan raya. Sebaliknya, justru kesemrawutan dan kemacetan, bahkan kecelakaan.
Memakai mobil, pakailah safety belt (sabuk pengaman). Yang pake motor, gunakan helem. Seluruh pengguna jalan harus memperhatikan aturan yang berlaku (rambu lalu lintas), seperti lampu merah.
Begitu juga dengan seluruh anggota badan yang diberikan. Pergunakan tangan, kaki, mata, telinga, dan seluruh anggota tubuh lainnya dengan sebaik-baiknya. Silakan pergunakan sebebas-bebasnya dengan tetap berpegang pada aturan yang ada.
Kaki dan tangan, memang ada di tubuh kita sendiri, dan milik kita sendiri. Namun demikian, bukan lantas seenaknya saja kita mempergunakannya, tanpa ada aturan yang ada.
Tetap harus mengikuti dan patuh pada aturan. Sebab, sesungguhnya, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh kita dan apa yang ada di dunia ini, semuanya milik Allah.
Allah SWT yang memberikan semua itu. Tapi ingat, jangan seenaknya saja. Tetap harus patuh pada aturan yang berlaku. Pake dan gunakanlah pada apa yang Allah ridha. Kaki dipergunakan untuk menuju masjid, majelis taklim, dan lainnya. Tangan hanya makan yang baik-baik, yang halal dan bukan yang haram.
Itulah kemerdekaan, bebas berbuat sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab, kebebasan dan aturan itu untuk kehidupan yang lebih baik, dan menjadikan manusia sebagai manusia yang beradab, saling menghargai satu sama lain.
Demikian juga dalam hal makanan. Silakan makan apa saja yang baik, yang enak. Tapi lihat kondisi, mampukah makan seenaknya sendiri? Apakah tubuh kita mampu menerimanya?
Jangan sampai, makanan yang kita makan justru akan menyusahkan diri kita sendiri? Bisa meningkatkan kolesterol atau nggak? Bisa menyebabkan tekanan darah tinggikah? Atau justru makanan itu bisa membahayakan kita sendiri.
Allah SWT berfirman; “Makanlah makanan yang baik (halal, thayyib), tapi jangan berlebihan.” Oleh karena itu, marilah kita renungi makna kemerdekaan, makna kebebasan itu dengan penuh penghayatan dan pengamalan iman.
Jangan sampai, kemerdekaan yang kita terima, kebebasan yang kita dapat, justru akan menjerumuskan kita pada hal-hal yang tidak baik dan membuat kita celaka.
Karena itu, silakan merayakan kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Tetapi, kita tetap harus menjaga ketertiban dan keamanan.
Tujuannya agar kehidupan kita semakin lebih baik, semakin lebih beradab, sehingga Allah SWT meridhai. Dirgahayu negeriku, dirgahayu bangsaku. (ROL)