SETU – Wacana perluasan TPA Burangkeng rupanya mendapat perlawanan dari masyarakat setempat. Alasannya penolakan perluasan lantaran air bawah tanah di wilayah itu saat ini sudah tidak bisa lagi dikonsumsi.
Menurut kepala Desa Burangkeng, Nemin, Senin (6/10/2014) mengatakan, sebenarnya masyarakat Burangkeng menolak lokasinya dijadikan tempat pembuangan sampah, namun kondisi itu terpaksa mereka terima karena Burangkeng telah menjadi TPA sejak 1997.
Menurut kepala desa, sebagian masyarakat sudah tidak mengkonsumsi air bawah tanah karena tercium bau busuk dan rasa yang agak pahit. Apalagi untuk masyarakat golongan miskin yang mengandalakn air bawah tanah untuk kebutuhan hidup sehar-hari.
“Saat ini kualitas air di sekitar pemukiman yang berdekatan dengan TPA Burangkeng sudah mulai tercemar, masyarakat miskin terpaksa masih menggunakan air sumur,” singkatnya.
Untuk memperkuat dugaan pencemaran air akibat resapan sampah, Pemerintah Desa Burangkeng telah mendatangkan sepuluh dokter dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk memeriksa kesehatan masyarakat sekitar.
“Dari pemeriksaan sample air yan tercemar limbah resapan sampah BUrangkeng. Puluhan orang didiagnosa mengalami gangguan pernafasan hingga pencernaan,” bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi telah melayangkan surat penolakan rencana perluasan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di desa mereka. Jika Pemda memaksa, masyakat sekitar TPA Burangkeng akan melakukan aksi unjuk rasa ke Pemkab Bekasi. Termasuk kemungkinan melakukan class action ke pengadilan.