Oleh : Ikhsan Harahap
PERTUMBUHAN kendaraan bermotor di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan pesat. Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari tahun sebelumnya (2012) sebesar 94,299 juta unit.
Dari total kendaraan yang beroperasi di Indonesia, populasi terbanyak masih disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh Indonesia, naik 11 persen dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit. Jumlah terbesar kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit, juga naik 11 persen dari tahun sebelumnya 9,524 juta unit.
Populasi mobil barang (truk, pikap, dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit, naik 9 persen dari 4,723 juta unit. Angka tersebut tentu akan mengalami peningkatan pada 2014. Jika berpedoman pada presentase peningkatan di tahun 2013, maka pada 2014 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bisa mencapa 115,674 juta unit.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di Indonesia tentu berdampak pada konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat tajam. Sekalipun sudah ada imbauan dari pemerintah agar masyarakat golongan menengah atas menggunakan BBM nonsubsidi untuk kendaraan yang dimiliki, namun imbauan tersebut tampaknya tidak banyak membuat masyarakat Indonesia tersadar.
Akibatnya, konsumsi penggunaan BBM bersubsidi membengkak dan melampaui kuota. Data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan hingga semester pertama 2014, realisasi penyaluran BBM Bersubsidi mencapai 22,91 juta kilo liter (KL) lebih tinggi dari kuota yang direncanakan 22,81 juta KL. Sementara pada periode yang sama 2013 jumlah konsumsi BBM hanya sebesar 22,74 juta KL.
Angka konsumsi BBM bersubsidi yang terus melambung mengakibatkan kekhawatiran stok BBM bersubsidi di Indonesia tidak akan mencukupi hingga akhir tahun 2014. Untuk itu, berbagai cara tengah diupayakan pemerintah untuk menekan angka penggunaan BBM bersubsidi.
Dalam surat edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu badan usaha penyalur BBM bersubsidi, akan mulai mengimplementasikan pembatasan BBM bersubsidi, khususnya Solar mulai 1 Agustus 2014. Pembatasan BBM bersubsidi dilakukan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014 yang menyebutkan volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL, sehingga untuk menjalankan amanat Undang-Undang tersebut, maka BPH Migas telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pembatasan Solar dan Premium agar kuota 46 juta KL bisa cukup sampai dengan akhir tahun 2014.
Pembatasan yang dikeluarkan Pertamina dilakukan secara bertahap. Pada 1 Agustus 2014 seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak lagi menjual Solar bersubsidi. Kemudian mulai 4 Agustus 2014, waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00 untuk cluster tertentu.
Penentuan cluster tersebut difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan wilayah-wilayah yang dekat dengan pelabuhan dimana rawan penyalahgunaan solar bersubsidi. Sementara itu, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar. Untuk wilayah-wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu seperti Batam, Bangka Belitung serta sebagian besar wilayah Kalimantan tetap akan menerapkan aturan sesuai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Selanjutnya, terhitung mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol tidak akan menjual premium bersubsidi, namun hanya menjual Pertamax series. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29 unit. Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region V (Jawa Timur).
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi oleh pemerintah mendapat respon yang tinggi di masyarakat. Masyarakat pengguna kendaraan bermotor yang mayoritas menggunakan BBM bersubsidi mulai berburu stok BBM bersubisidi, akibatnya beberapa SPBU kehabisan stok BBM bersubsidi. Masyarakat pun mulai khawatir dengan adanya isu kelangkaan BBM. Isu tersebut semakin merebak hingga di luar Pulau Jawa.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya mengatakan antrean yang terjadi di beberapa daerah akibat masyarakat panik terkait isu kelangkaan BBM. Kemungkinan terjadinya antrean tersebut karena informasi yang beredar salah, seolah-olah BBM langka di SPBU, padahal BBM subsidi yang ada di setiap SPBU, kita kendalikan sesuai dengan ketersediaan kuota yang memang diturunkan.
Adanya isu kelangkaan BBM yang tengah beredar di masyarakat harusnya dapat ditanggapi positif oleh masyarakat pengguna BBM. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, semata-mata demi tercukupinya kebutuhan rakyat Indonesia hingga akhir tahun 2014 karena jika kuota BBM bersubsidi tidak ditekan, maka dikhawatirkan masyarakat akan kehabisan stok solar bersubsidi pada akhir November 2014 dan premium pada 19 Desember 2014.
Pembatasan BBM bersubsidi semestinya dapat menyadarkan masyarakat pengguna kendaraan pribadi khususnya untuk dapat beralih menggunakan BBM non subsidi. Penggunaan BBM non subsidi, selain membantu program pemerintah, juga bermanfaat merawat kendaraan bermotor pribadi karena kandungan oktan di BBM bersubsidi tentunya lebih rendah daripada BBM non subsidi. Ibarat peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, menggunakan BBM non subsidi memiliki banyak manfaat. (inilah)